Sabtu, 16 November 2013

Anak Pesisir



Beralas tanah, berdinding papan dan beratap welit atau anyaman yang terbuat dari bahan dasar daun atau janur kelapa. Dengan luas 5 x 5 meter rimba dan orang tuanya tinggal dan berbagi canda tawa, kesedihan, kepahitan dalam setiap aktifitas kehidupannya. Tinggal disebuah perkampungan pesisir laut yang jauh dari perkotaan tak membuatnya patah semangat dalam menjalani sebuah kehidupan. Rimba adalah anak pertama dari dua bersaudara yang kesehariannya dihabiskan dengan menuntut ilmu dipagi hari dan sisa waktunya hanya dihabiskan dengan bekerja sebagai seseorang yang membantu pekerjaan nelayan. Misalnya saja, mencuci perahu, mendempul perahu, melakukan pengecatan perahu bahkan ia seringkali menawarkan diri guna menjualkan hasil tangkapan laut milik para nelayan kepada masyarakat sekitar yang menginginkan hasil laut yang masih tergolong baru dan segar.
Dalam sehari rimba bisa menghasilkan rupiah sebesar 5 sampai 10 ribu dari hasil pekerjaannya membantu para nelayanan. namun, penghasilan ini tidak tetap karena tak jarang ada nelayan yang hanya memberikan upah setengah kantung plastik berisi ikan hasil tangkapan nelayan dari setiap pekerjaan yang ia lakukan. Namun ia tetap bersyukur karena hasil yang ia peroleh dari nelayan bisa ia jual kembali kepada masyarakat atau bahkan dijadikan lauk makannya bersama keluarga.
Rimba berbeda dengan anak pesisir lain seusianya, yang menghabiskan waktu luang mereka hanya dengan bermain dan bermain. Rimba rela mengorbankan waktu bermainnya dengan bekerja guna mencari sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan pangan ibu serta adiknya yang masih sangat kecil.
Orang tua rimba hanya tinggal ibu dengan kondisi yang sering sakit-sakitan sedangkan sang ayah tengah pergi merantau meninggalkan keluarga tanpa kabar berita. Berbulan-bulan rimba dan keluarga rela menunggu, namun sang ayah tak kunjung kembali dan memberikan nafkah lahir kepada keluarga. 5 tahun usia sang adik dan kondisi sang ibu yang sakit-sakitan, membuatnya tak mampu berdiam diri dan menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Ia mulai menjalani aktifitasnya sebagai seseorang yang membantu pekerjaan nelayan sejak duduk dikelas 5 sekolah dasar. Sang ibu kerap melarang aktifitasnya karena ia merasa kasihan melihat sang anak rela mengorbankan waktunya untuk menggantikan tanggungjawab sang ibu dan sang ayah memberikan sesuap nasi kepada sang anak. Linangan air mata sang ibu tak kuasa membasahi pipi dengan derasnya. Ucapan yang terdengar lirih menandakan kesedihan yang teramat sangat besar terucap dari lisan yang ibu, namun tekad rimba untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan pangan keluarga yakni ibu dan adiknya tak mampu dicegah dan dibendung oleh sang ibu.
Aktifitasnya dimulai setelah ia selesai menimba ilmu dari sekolah. Sekitar pukul 14.00 ia keluar dari sekolah dan langsung berangkat ke pesisir dan setia menanti datangnya perahu nelayan ke tepi pantai. Ia berharap hari ini ada 2 atau bahkan 3 nelayan yang berlabuh atau menepikan perahunya ke pesisir pantai agar ia bisa mendapatkan setitik rejeki guna sang ibu dan adiknya dirumah.
Semilir angin laut tengah setia menemani penantiannya dipesisir pantai. Bersandar dibawah pohon kelapa dengan ditemani buku pelajaran dan angin laut yang terus berhembus membuatnya terlelap dalam suasana damai dan tenteram. Sejenak ia rebahkan tubuhnya di sebuah gundukan pasir putih nan hangat membuatnya lepas dari kesedihan dan kepahitan yang menimpa keluarganya.
Hembusan angin laut, indahnya suara ombak membuat rimba senang bukan kepayang bak raja dan ratu dalam sebuah istana bersinggasana emas yang ditemani seribu permaisuri dengan lembut menghempaskan beribu kipas keseluruh tubuhnya.
Inilah syurgaku,
menyelimuti seluruh tubuhku,
lelah, letih, sedih, gundah yang menghantuiku
kini hilang bersama riuhnya suara ombak dan kencangnya hembusan angin pantai pesisir. (dalam hayalnya)
khayalnya yang begitu mendalam hilang dan pudar ketika seseorang tengah memanggilnya dari tepi pantai. Ia terbangun dan melihat kearah pantai, disana terdapat seorang nelayan yang tengah menepikan perahu kayunya berteriak dan meminta bantuan guna menarik perahu ke tepian pantai. Rimba pun bergegas lari menghampiri sang nelayan dan membantu menepikan perahu kayunya yang terlihat bergitu sangat tua dan rapuh. Sekuat tenaga ia menarik perahu sang nelayan ke tepian pantai, dengan sisa tenaga dan nafas terengah perahu pun akhirnya sampai ketepian pantai. Huft….berat juga pak yah??(ucapnya ke sang nelayan) sambil tersenyum.
Selepasnya membantu sang nelayan menepikan perahunya, rimba pun segera membantu sang nelayan mengumpulkan ikan yang berserakan didalam perahu kesebuah wadah atau tempat yang terbuat dari anyaman bambu. Hasil tangkap nelayan dihari itu tak begitu banyak, hanya setengah dari tempat yang disediakan. Sambil bercanda ia bertanya kepada sang nelayan, “pak, ko tangkapan ikannya cuma dapat segini?? cuacanya kurang mendukung nak…jawab sang nelayan sambil tersenyum dan memberikan setengah hasil tangkapannya ke rimba sebagai upah karena telah membantu menepikan perahu tuanya.
Setelah upah yang diterimanya, rimba tak langsung melangkahkan kakinya untuk segera pulang menemui sang ibu dan adik bungsunya. Namun, ia terus menunggu dan menunggu nelayan lain menepikan perahunya. Kesetiaannya pun membuahkan hasil, 30 menit kemudian ada dua perahu yang menghampiri dangkalnya pantai. Dengan bergegas rimba pun dengan gembira menghampiri perahu-perahu yang hendak menepi. Dengan sisa tenaga, ia mulai membantu nelayan menarik perahu ketepian pantai. Keringatnya yang mengalir dari sekujur tubuhnya tak membuat rimba lelah dan menghentikan aktifitasnya menarik perahu nelayan. Dengan semangat juang dan bayang-bayang keluarga, semangatnya pun mulai berkobar dan ia pun berhasil menepikan sang perahu nelayan.
Nafasnya mulai terengah-engah, sekujur tubuhnya merasakan lemas yang luas biasa. Kucuran keringat membasahi tubuhnya, namun lelah yang dirasakan hilang ketika hembusan angin laut menerpanya, menyelimuti tubuh hitam dan kekarnya. Dinginnya angin dan riuk ombak memberikan tenaga ekstra bagi rimba guna melanjutkan setiap aktifitasnya.
Nelayan pun menghampiri rimba dalam lelahnya dan memberikan sekantung plastik bersisi ikan hasil tangkapannya. Dengan senyuman, lalu rimba menerima sekantung ikan dari sang nelayan dan memutuskan melangkahkan kakinya menuju rumah menghampiri ibu dan adiknya. 2 kantung plastik berisi ikan menemani perjalanan pulangnya. Ditengah perjalanan, pak ronal yakni RT setempat dengan kendaraan roda duanya menghampiri dan hendak membeli ikan yang dibawa rimba.
“Ikannya mau dijual ga nak? Tanyanya ke rimba. tanpa berpikir panjang rimba pun mengiyakan pertanyaan pa ronal. “iya pak,,jawabnya. berapa harganya? Tanya pa ronal. Rimba pun bingung menghargainya berapa, lalu ia tersenyum dan menyerahkan harga ikan sepenuhnya ke pak ronal. Dengan muka bingung lalu tersenyum pak ronal pun memberinya 10.000 rupiah untuk harga perkantung ikan. Kini ikan hasil upah nelayan pun hanya tinggal 1 kantung dan ia bermaksud membawanya pulang untuk konsumsi atau lauk makan malam ibu dan adiknya yang tengah lama menunggu dirumah.
Beberapa menit kemudian rimba pun sampai dirumah dan menyerahkan hasil kerjanya pada sang ibu yakni 1 kantung berisi ikan dan uang sebesar 10.000 dari hasil kebaikan pak ronal yang membeli 1 kantung ikannya. Sang adik pun menghampiri dan memeluk sang kakak dengan penuh kasih sayang, dan sang kakak pun memeluknya kembali sambil bercanda ria dengan sang adik.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger