Beralas
tanah, berdinding papan dan beratap welit atau anyaman yang terbuat dari bahan
dasar daun atau janur kelapa. Dengan luas 5 x 5 meter rimba dan orang tuanya
tinggal dan berbagi canda tawa, kesedihan, kepahitan dalam setiap aktifitas
kehidupannya. Tinggal disebuah perkampungan pesisir laut yang jauh dari
perkotaan tak membuatnya patah semangat dalam menjalani sebuah kehidupan. Rimba
adalah anak pertama dari dua bersaudara yang kesehariannya dihabiskan dengan
menuntut ilmu dipagi hari dan sisa waktunya hanya dihabiskan dengan bekerja
sebagai seseorang yang membantu pekerjaan nelayan. Misalnya saja, mencuci
perahu, mendempul perahu, melakukan pengecatan perahu bahkan ia seringkali
menawarkan diri guna menjualkan hasil tangkapan laut milik para nelayan kepada
masyarakat sekitar yang menginginkan hasil laut yang masih tergolong baru dan
segar.
Dalam
sehari rimba bisa menghasilkan rupiah sebesar 5 sampai 10 ribu dari hasil
pekerjaannya membantu para nelayanan. namun, penghasilan ini tidak tetap karena
tak jarang ada nelayan yang hanya memberikan upah setengah kantung plastik
berisi ikan hasil tangkapan nelayan dari setiap pekerjaan yang ia lakukan.
Namun ia tetap bersyukur karena hasil yang ia peroleh dari nelayan bisa ia jual
kembali kepada masyarakat atau bahkan dijadikan lauk makannya bersama keluarga.
Rimba
berbeda dengan anak pesisir lain seusianya, yang menghabiskan waktu luang
mereka hanya dengan bermain dan bermain. Rimba rela mengorbankan waktu
bermainnya dengan bekerja guna mencari sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan
pangan ibu serta adiknya yang masih sangat kecil.
Orang
tua rimba hanya tinggal ibu dengan kondisi yang sering sakit-sakitan sedangkan
sang ayah tengah pergi merantau meninggalkan keluarga tanpa kabar berita.
Berbulan-bulan rimba dan keluarga rela menunggu, namun sang ayah tak kunjung
kembali dan memberikan nafkah lahir kepada keluarga. 5 tahun usia sang adik dan
kondisi sang ibu yang sakit-sakitan, membuatnya tak mampu berdiam diri dan
menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Ia
mulai menjalani aktifitasnya sebagai seseorang yang membantu pekerjaan nelayan
sejak duduk dikelas 5 sekolah dasar. Sang ibu kerap melarang aktifitasnya
karena ia merasa kasihan melihat sang anak rela mengorbankan waktunya untuk
menggantikan tanggungjawab sang ibu dan sang ayah memberikan sesuap nasi kepada
sang anak. Linangan air mata sang ibu tak kuasa membasahi pipi dengan derasnya.
Ucapan yang terdengar lirih menandakan kesedihan yang teramat sangat besar
terucap dari lisan yang ibu, namun tekad rimba untuk bekerja dan memenuhi
kebutuhan pangan keluarga yakni ibu dan adiknya tak mampu dicegah dan dibendung
oleh sang ibu.
Aktifitasnya
dimulai setelah ia selesai menimba ilmu dari sekolah. Sekitar pukul 14.00 ia
keluar dari sekolah dan langsung berangkat ke pesisir dan setia menanti
datangnya perahu nelayan ke tepi pantai. Ia berharap hari ini ada 2 atau bahkan
3 nelayan yang berlabuh atau menepikan perahunya ke pesisir pantai agar ia bisa
mendapatkan setitik rejeki guna sang ibu dan adiknya dirumah.
Semilir
angin laut tengah setia menemani penantiannya dipesisir pantai. Bersandar
dibawah pohon kelapa dengan ditemani buku pelajaran dan angin laut yang terus
berhembus membuatnya terlelap dalam suasana damai dan tenteram. Sejenak ia
rebahkan tubuhnya di sebuah gundukan pasir putih nan hangat membuatnya lepas
dari kesedihan dan kepahitan yang menimpa keluarganya.
Hembusan
angin laut, indahnya suara ombak membuat rimba senang bukan kepayang bak raja
dan ratu dalam sebuah istana bersinggasana emas yang ditemani seribu permaisuri
dengan lembut menghempaskan beribu kipas keseluruh tubuhnya.
Inilah
syurgaku,
menyelimuti
seluruh tubuhku,
lelah,
letih, sedih, gundah yang menghantuiku
kini
hilang bersama riuhnya suara ombak dan kencangnya hembusan angin pantai
pesisir. (dalam hayalnya)
khayalnya
yang begitu mendalam hilang dan pudar ketika seseorang tengah memanggilnya dari
tepi pantai. Ia terbangun dan melihat kearah pantai, disana terdapat seorang
nelayan yang tengah menepikan perahu kayunya berteriak dan meminta bantuan guna
menarik perahu ke tepian pantai. Rimba pun bergegas lari menghampiri sang
nelayan dan membantu menepikan perahu kayunya yang terlihat bergitu sangat tua
dan rapuh. Sekuat tenaga ia menarik perahu sang nelayan ke tepian pantai,
dengan sisa tenaga dan nafas terengah perahu pun akhirnya sampai ketepian
pantai. Huft….berat juga pak yah??(ucapnya ke sang nelayan) sambil tersenyum.
Selepasnya
membantu sang nelayan menepikan perahunya, rimba pun segera membantu sang
nelayan mengumpulkan ikan yang berserakan didalam perahu kesebuah wadah atau
tempat yang terbuat dari anyaman bambu. Hasil tangkap nelayan dihari itu tak
begitu banyak, hanya setengah dari tempat yang disediakan. Sambil bercanda ia
bertanya kepada sang nelayan, “pak, ko tangkapan ikannya cuma dapat segini?? cuacanya
kurang mendukung nak…jawab sang nelayan sambil tersenyum dan memberikan
setengah hasil tangkapannya ke rimba sebagai upah karena telah membantu
menepikan perahu tuanya.
Setelah
upah yang diterimanya, rimba tak langsung melangkahkan kakinya untuk segera
pulang menemui sang ibu dan adik bungsunya. Namun, ia terus menunggu dan
menunggu nelayan lain menepikan perahunya. Kesetiaannya pun membuahkan hasil,
30 menit kemudian ada dua perahu yang menghampiri dangkalnya pantai. Dengan
bergegas rimba pun dengan gembira menghampiri perahu-perahu yang hendak menepi.
Dengan sisa tenaga, ia mulai membantu nelayan menarik perahu ketepian pantai.
Keringatnya yang mengalir dari sekujur tubuhnya tak membuat rimba lelah dan
menghentikan aktifitasnya menarik perahu nelayan. Dengan semangat juang dan
bayang-bayang keluarga, semangatnya pun mulai berkobar dan ia pun berhasil
menepikan sang perahu nelayan.
Nafasnya
mulai terengah-engah, sekujur tubuhnya merasakan lemas yang luas biasa. Kucuran
keringat membasahi tubuhnya, namun lelah yang dirasakan hilang ketika hembusan
angin laut menerpanya, menyelimuti tubuh hitam dan kekarnya. Dinginnya angin
dan riuk ombak memberikan tenaga ekstra bagi rimba guna melanjutkan setiap
aktifitasnya.
Nelayan
pun menghampiri rimba dalam lelahnya dan memberikan sekantung plastik bersisi
ikan hasil tangkapannya. Dengan senyuman, lalu rimba menerima sekantung ikan
dari sang nelayan dan memutuskan melangkahkan kakinya menuju rumah menghampiri
ibu dan adiknya. 2 kantung plastik berisi ikan menemani perjalanan pulangnya.
Ditengah perjalanan, pak ronal yakni RT setempat dengan kendaraan roda duanya
menghampiri dan hendak membeli ikan yang dibawa rimba.
“Ikannya
mau dijual ga nak? Tanyanya ke rimba. tanpa berpikir panjang rimba pun
mengiyakan pertanyaan pa ronal. “iya pak,,jawabnya. berapa harganya? Tanya pa
ronal. Rimba pun bingung menghargainya berapa, lalu ia tersenyum dan
menyerahkan harga ikan sepenuhnya ke pak ronal. Dengan muka bingung lalu
tersenyum pak ronal pun memberinya 10.000 rupiah untuk harga perkantung ikan.
Kini ikan hasil upah nelayan pun hanya tinggal 1 kantung dan ia bermaksud
membawanya pulang untuk konsumsi atau lauk makan malam ibu dan adiknya yang
tengah lama menunggu dirumah.
Beberapa
menit kemudian rimba pun sampai dirumah dan menyerahkan hasil kerjanya pada
sang ibu yakni 1 kantung berisi ikan dan uang sebesar 10.000 dari hasil
kebaikan pak ronal yang membeli 1 kantung ikannya. Sang adik pun menghampiri
dan memeluk sang kakak dengan penuh kasih sayang, dan sang kakak pun memeluknya
kembali sambil bercanda ria dengan sang adik.
0 komentar:
Posting Komentar