Tiga remaja dengan baju lusuh, kopiah merah tanpa alas
kaki berjalan dengan tegap dan riangnya sambil bergandeng tangan menuju sebuah
surau atau tempat ibadah dan melakukan aktifitas pengajian sehari-hari. Tinggal
di sebuah desa terpencil nan miskin dengan sandang, pangan dan papan seadanya
mereka hidup mandiri.
Sejak kecil
mereka mengabdikan hidupnya di pondokan/ pesantren dekat rumah mereka. Sampai
usianya menginjak remaja mereka selalu bersama dalam suka dan duka. Makan tidak
makan yang penting nuntut ilmu tetap berjalan ini lah prinsip yang selama ini
mereka pegang teguh.
Tulisan ini berkisah tentang tiga remaja yang faqir
harta namun kaya akan ilmu agama. Kegigihan mereka dalam menuntut ilmu
sangatlah besar, sebesar gunung fuji dan sekeras karang dilautan. Usianya
menginjak remaja, aktifitasnya berorientasi pada ilmu, ilmu dan ilmu terutama
ilmu agama.
Dipesantren, mereka dipercaya sang guru mengelola
tambak ikan dan kebun aneka tanaman sayur di belakang pesantren. Tambaknya
cukup luas dengan 6 kolam bersisi dua jenis ikan yang berbeda yakni ikan lele
dan ikan bawal. Sedangkan kebun sayur dengan luas 1000 m2 dan ditanami berbagai
jenis sayur-sayuran misalnya saja sawi, kol, wortel, kacang panjang, bawang,
cabai dan lain sebagainya.
Hamid adalah salah satu dari tiga remaja yang
dipercaya mengelola tambak ikan di pesantren sedang dua remaja lainnya adalah
rohman dan abdul bertugas mengelola kebun sayur yang cukup luas dan butuh
perhatian khusus, karena penyakit tanaman seringkali hinggap dan menghampiri si
tanaman sayur.
Pondokan kecil yang hanya beratap jerami, berdinding
papan dan beralas ubin tepat di atas kolam ikan mereka singgah dan bersenda
gurau namun mereka tetap menjalankan setiap rutinitasnya yakni mengaji pada
sang kiayi. Sesekali mereka pulang kerumah dan menyapa sang ibu dengan senyuman
memberikan secuil hasil keringatnya dari pesantren.
0 komentar:
Posting Komentar